Selasa, 27 Oktober 2009

Agama dan Perilaku politik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama didefinisikan sebagai seperangkat atauran dan peraturan yang mengatur hubungan mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Agama mempunyai penganut – penganut yang percaya pada kebenaran – kebenaran yang dibawa oleh agama. Kehidupan manusia akan diatur sesuai dengan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh agama. Dalam hal ini agama sangat mempengaruhi manusia untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Agama menjadi sebuah ikon bagi masyarakat untuk diikuti dan dituruti segala yang diperintahkan. Sehingga sering terjadi fenomena khususnya di Indonesia, bahwa segala bentuk tindakan, organisasi, dll yang dilatarbelakangi agama akan mendapat perhatian yang lebih dari masyarakat khususnya masyarakat agama baik dibidang sosial , budaya, ekonomi, maupun politik.
Dan yang menarik lagi sekarang ini banyak sekali partai politik yang melandaskan gerakan politiknya dengan asas agama. Hal ini menjadi menarik karena mengingat bahwa masyrakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “ Pengaruh Agama dalam Perilaku Politik”.

B. Rumusal Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana pengaruh Agama dalam perilaku politik?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh Agama dalam perilaku politik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Agama
Agama didefinisikan sebagai seperangkat atauran dan peraturan yang mengatur hubungan mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Agama juga didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinana yang dianut dan tindakan – tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang ghaib dan suci.
Agama menpunyai penganut – penganut yang percaya pada kebenaran – kebenaran yang dibawa oleh agama. Kehidupan manusia akan diatur sesuai dengan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh agama. Dalam hal ini agama sangat mempengaruhi manusia untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Agama menjadi sebuah ikon bagi masyarakat untuk diikuti dan dituruti segala yang diperintahkan. Sehingga sering terjadi fenomena khususnya di Indonesia, bahwa segala bentuk tindakan, organisasi, dll yang dilatarbelakangi agama akan mendapat perhatian yang lebih dari masyarakat khususnya masyarakat agama baik dibidang sosial , budaya, ekonomi, maupun politik.

B. Arti Politik
Untuk memahami arti dari politik dalam literatur yang banyak berkembang di Barat, pendekatan legalitas sering digunakan. Politik diartikan sebagai urusan yang ada hubungan lembaga yang disebut negara. Pemerintahan diartikan politik. Inilah pengertian politik yang paling umum dan kentara. Sehingga belajar tentang ilmu politik berarti belajar mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang masih tetap bertahan.
Namun definisi bahwa politik adalah negara tidak bisa menggambarkan dinamika dalam kehidupan politik itu sendiri. Kalau studi politik hanya mempelajari institusi itu maka tidak bisa menjelaskan mengapa institusi itu ada dan bagaimana proses sampai menjadi lembaga itu seperti parlemen, pengadilan, pemerintahan. Pengertian kelembagaan juga tidak dapat menjelaskan prose pengambilan keputusan di eksekutif misalnya. Definisi yang menekankan legalitas gagal menjelaskan kehidupan politik yang sebenarnya. Jadi kalau misalnya membicarakan.
Oleh sebab itulah berkembang definisi politik sebagai constrained use of social power (Goodin and Klingemann,1998). Oleh karena itu maka baik studi politik maupun praktek politik beralih menjadi studi mengenai sifat dan sumber keterbatasannya serta teknik-teknik menggunakan kekuasaan sosial di dalam keterbatasannya itu.
Dalam mengartikan “power” atau kekuasaan maka pandangan ilmuwan Robert Dahl bisa digunakan di sini. Jadi X memiliki power terhadap Y jika 1) X mampu dengan berbagai cara Y melakukan sesuatu 2) yang disukai X dan 3) Y tidak memiliki pilihan lain untuk melakukannya.
C. Agama sebagai rujukan politik
Di dalam perpolitikan Indonesia, Agama menjadi salah satu rujukan signifikan dalam setiap sikap dan perilaku masyarakat Indonesia. Fenomena tersebut, tampaknya, tidak disia-siakan kaum politisi. Dari perjalanan sejarah politik di Indonesia, para politisi dari beragam ideologi selalu menjadikan agama sebagai pertimbangan untuk mengembangkan kebijakan politik mereka. Dalam hal ini, politisi yang berlatar belakang agama dengan ideologi kanan mendirikan partai agama dan yang berlatar belakang agama substantif mengusung nilai-nilai ajaran agama yang dikemas dalam partai terbuka. Sementara itu, politisi "nasionalis" yang sering dianggap sekuler juga tidak mau ketinggalan.
Dalam kiprah mereka di partai politik "nasionalis", mereka juga mendirikan lembaga keagamaan dengan tujuan mendukung politik mereka dari sisi keagamaan, termasuk upaya mendulang suara pada saat pemilu di daerah-daerah yang keagamaannya kuat. Bahkan, akhir-akhir ini, kalangan politisi dan agama mulai memperkuat jalinan silaturahmi melalui pertemuan yang kian intens dari saat ke saat. Tujuannya, tentu untuk menggalang kekuatan menghadapi Pemilu 2009.
Strategi para politisi untuk menjadikan agama sebagai dasar pengembangan politik tentu merupakan sesuatu yang sangat positif. Melalui upaya itu, nilai-nilai agama diharapkan mampu diejawantahkan dan dilabuhkan ke ruang publik sehingga kehidupan bangsa bisa mencerminkan moralitas luhur dari berbagai aspeknya. Namun, hal itu akan menjadi sesuatu yang naif jika pengusungan agama ke ranah politik dan ruang publik sekadar bersifat simbol dan atribut formal. Apalagi pembumiannya bernuansa primordialistik dan sektarianistik yang berpotensi menggerogoti solidaritas dan persatuan bangsa.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa agama menjadi daya tarik sendiri bagi perilaku politik masyarakat di Indonesia. masyarakat akan merasa nyaman bila memilih partai politik yang mempunyai kesamaan keyakinan dengan masyrakat.
Di Indonesia, perilaku pemilih merupakan topik kajian yang relatif baru. Ini disebabkan demokrasi bukanlah gejala yang dominan dalam sejarah politik kita. Indonesia pernah punya pemilu demokratis pada tahun 1955, tapi studi tentang perilaku pemilih secara sistematis belum berkembang waktu itu. Karena studi perilaku pemilih belum berkembang, studi yang lebih deskriptif lebih menjadi tumpuan. Salah satunya adalah temuan Clifford Geertz tentang politik aliran dan perilaku pemilih Indonesia. Menurut Geertz, aliran abangan cenderung memilih PNI dan PKI, santri memilih partai-partai Islam seperti Masjumi, Partai NU, Perti, dan PSII. Di dalam aliran santri ini ada semacam sub-aliran, yakni santri modernis dan santri tradisionalis. Yang pertama menjadi dasar kultural bagi dukungan terhadap Masjumi, sedangkan yang kedua terhadap Partai NU. Sekarang ini juga hampir sama, masyarakat muslim NU cenderung akan memilih PKB yang memang didirikan oleh intelektual NU dengan tokohnya Gus Dur. Demikian juga dengan PAN, walaupun tidak menyatakan partai muhammadiyah tapi salah satu tokohnya yaitu Amien Rais pernah menjadi Ketua Muahammadiyah sehingga warga muhammadiyah akan cenderung memilih PAN.
D. Gerakan Politik Agamis PKS
PKS merupakan hasil dari transmisi gerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia yang telah menghasilkan gerakan dakwah yang dikenal dengan gerakan tarbiyah. Gerakan Ikhwanul Muslimin adalah sebuah gerakan Islamisme atau gerakan yang menganggap Islam tidak hanya sebagai agama tetapi sekaligus ideologi politik (Roy, 1992). Gerakan tarbiyah muncul sejak tahun 1970-an dengan pusat perkembangan utamanya adalah di kampus-kampus dan sekolah-sekolah dan terus berlangsung hingga sekarang.
Setelah Soeharto lengser tahun 1998, gerakan tarbiyah berkembang menjadi partai politik Islam dengan mendirikan Partai Keadilan (PK) yang kemudian berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tahun 2001. Meski telah bertransformasi menjadi partai politik, metode pembinaan yang digunakan PKS tetap mengacu pada sistem pengkaderan dakwah tarbiyah yang telah mengakar di sekolah dan kampus tersebut. Bahkan PKS sendiri secara resmi menjadikan lembaga dakwah kampus (LDK) dan lembaga dakwah sekolah (LDS) sebagai sumber rekruitmen peserta tarbiyah yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dakwah tersebut (Tim Kaderisasi PKS, 2003). Secara tidak langsung suksesnya perkembangan dakwah tarbiyah di sekolah dan kampus telah memberikan keuntungan politik bagi PKS yaitu dukungan kader tarbiyah terhadap PKS dengan pencitraan partai dakwah.
Kegiatan tarbiyah kaderisasi PKS dapat dikatakan sebagai sebuah proses sosialisasi politik keagamaan karena dengan mengikuti kegiatan tarbiyah, baik sebelum dan setelah berdirinya PKS, memungkinkan individu untuk mendapatkan pengetahuan dan orientasi politik disamping mendapatkan pengetahuan agama. Misalnya, beberapa prinsip pemikiran Ikhwanul Muslimin yang disosialisasikan dalam gerakan tarbiyah adalah Islam merupakan ajaran bersifat totalitas yang tidak memisahkan satu aspek dengan aspek lainnya. Hal ini memperjelas bahwa PKS merupakan partai yang berbasis Islam yang mayoritas di pilih oleh muslim yang dapat dikategorikan pelajar. Jadi tidak salah kalau sekarang ini PKS dapat dikatakan sedang naik daun. Dengan simbol – simbol keagamaan dan loyalitas keislamannya menjadikan partai ini sekarang mulai banyak dilirik oleh masyarakat muslim yang dalam kategori Geertz masyrakat muslim modernis (intelektual).
Hal ini menunjukan perilaku politik masyarakat masih dipengaruhi oleh faktor – faktor agama.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat Indonesia agama mempunyai pengaruh tersendiri dalam melakukan tindakan politik. agama menjadi salah satu faktor bagi masyarakatnya untuk memilih partai politik. Banyaknya partai politik juga mengindikasikan bahwa agama juga menjadi strategi bagi partai politik untuk memperoleh dukungan dari masyrakat. Sekarang ini partai yang mengatasnamakan nasionalis juga mulai melakukan pendekatan terhadap tokoh agama dll. Yang dimaksud untuk mencuri perhatian masyarakat. Jadi baik partai agamis maupun nasionalis sekarang berlomba – lomba mencari perhatian masyarakat yang kebanyakan beragama.

B. Saran
Dari simpulan di atas sebaiknya partai politik tidak hanya menggunakan agama sebagai alat untuk mencari massa tapi juga benar – benar menjunjung tinggi prinsip kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.