Jumat, 09 September 2011

7 tahun Munir mencari keadilan

Tujuh tahun lalu tepatnya 7 September 2004, pembela hak asasi manusia telah tiada. Munir, sang pembela HAM tewas karena dibunuh. Ya...keaktifanya dalam menyauarakan hak asasi manusia membuat banyak pihak tidak suka, terutama dari kalangan militer. Sikapnya yang keras terhadap pelanggaran HAM yang terjadi baik di Timor Timur, Aceh, kerusuhan Trisakti, dll membuat militer “ketakutan” dan merasa harus menyingkirkan orang ini. Munir sang pejuang HAM akhirnya tewas karena diracun dalam pesawat Garuda dalam perjalanya menuju Belanda. Berbagai alasan pun mengemuka, mulai dari membehayakan negara sampai di cap tidak nasionalis pun mencuat. Namun yang pasti pada saat itu Munir punya data – data pelanggaran HAM yang dilakukan oleh beberapa Jendral di TNI. Ada Prabowo yang tersangkut kasus kerusuhan Mei, Wiranto yang tersangkut kasus Timor Timur, dll. Ini disinyalir juga menjadi alasan dibunuhnya Munir.
Banyak pihak disangkutpautkan dengan kematian Munir. Ada indikasi bahwa Munir dibunuh dalam operasi intelejen yang dilakukan oleh pihak tertentu. Tidak hanya perorangan bahkan lembaga/institusi bernama BIN juga menjadi pembicaraan. Polycarpus, sang pilot Garuda ditetapkan sebagai tersangka dan dihukum 20 tahun, namun nama lain seperti Muhdi PR yang sempat diberitakan masih tetap bebas.

Kamis, 08 September 2011

Optimisme karena nasionalis atau rasional?

Dua pertandingan awal Timnas Indonesia dalam Pra Piala Dunia putaran Grup mengalami kekalahan. Setelah kalah 3-0 oleh Iran, Indonesia juga mengalami kekalah lagi dikandang oleh Bahrain 0-2. Hal ini membuat peluang Indonesia untuk melangkah ke babak selanjutnya cukup berat. Namun banyak diantara rakyat Indonesia masih lantang mengucapkan kata “optimis” bila Indonesia mampu lolos dari grup ini. Ya…optimism memang masih disuarakan oleh pendukung setia Timnas. Namun optimism sesungguhnya bias dimaknai dua macam. Optimisme karena sikap nasionalisme atau optimism rasional.
Optimisme nasionalis kita jelas, sebagai warga Indonesia pasti harus optimis bahwa Timnas kita akan mampu, dan itu wajib karena bila seluruh elemen bangsa ini pesimis maka apa yang akan terjadi dengan bangsa ini???
Namun, secara rasional memang peluang kita cukup berat bahkan sangat berat. Diantara empat Negara yaitu Iran, Qatar, dan  Bahrain memang secara peringkat FIFA Indonesia jauh dibawah ketiga Negara itu. Iran yang merupakan langganan piala dunia jelas merupakan kekuatan paling menakutkan di grup ini, sementara Bahrai tahun lalu hamper masuk piala dunia. Ini jelas bila diatas kertas kita kalah. Di sisi lain factor stamina, pemain kita terlihat kurang maksimal, mereka kalah dari Negara – Negara arab itu. Faktor lain adalah kepelatihan Wim yang terlihat kurang bagus. Tim ini dibangun oleh Alfred Riedl dengan semangat Riedl, kemudian secara mendadak tanpa alas an jelas dig anti Wim. Ini jelas mempengaruhi Timnas. Faktor lain adalah supporter kita yang kurang dewasa. Suporter ibarat pemain ke 12 yang member semangat, namun kadang justru merugikan Timnas. Kita lihat di GBK kemarin petasan yang dinyalakan supporter Indonesia membuat nama baik serta hukuman untuk kita mengancam. Jika hukuman diberikan (pasti) maka Timnas lah yang rugi. Suporter kita masih belum layak untuk mengawal timnas kepentas dunia. Seharusnya menang atau kalah, supporter bias menerima dan bias tetap member semangat. Lihat suporter tim kelas dunia, walau kalah tetap setia. Brazil, Agrentina, Inggris, dll pernah kalah, namun tidak membuat suporter berbuat ulah tidak baik. Jadi secara rasional memang peluang Indonesia sangat berat.
Namun, apapun yang terjadi optimism nasionalis harus tetep membara…

Senin, 05 September 2011

Lebaran beda, nda’ masalah!!!


Artikel ini sudah saya buat pada tanggal 31 September 2011 namun baru sempat posting ke blog, maklum lumayan sibuk plus jaringan internet agak tidak tersambung tiap saat. Hehe.... mudah-mudahan bisa bermanfaat.
Ya...pada tahun ini Idul Fitri di Indonesia dirayakan dalam waktu yang berbeda. Muhammadiyah sudah dari awal menetapkan Idul Fitri jatuh pada hari selasa, tanggal 30 september 2011. Sementara NU dan pemerintah menetapkan Idul Fitri jatuh pada hari rabu tanggal 31 September 2011. Perbedaan ini sebenarnya bukan hal yang baru, karena pada beberapa tahun yang lalu juga terjadi perbedaan. Hal ini terkait dengan perbedaan metode yang digunakan. Yaitu:
1.      Rukyatul hilal, ialah mengamati bulan secara langsung, apabila hilal tidak terlihat (gagal terlihat), maka bulan kalender berjalan digenapkan 30 hari. Istilah penggenapan ini disebut istikmal. Metode ini pada umumnya dipakai organisasi NU. Metode ini berbegangan pada sabda Nabi, “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)”.
2.      Wujudul hilal, ialah penentuan awal bulan dengan menggunakan dua pedoman, yakni itjimak / konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan terbenam setelah matahari terbenam, maka petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan tanpa melihat berapapun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam. Metode ini pada umumnya dipakai Muhammadiyah. Dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur’an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra’: 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.
3.      Disamping itu terdapat beberapa metode lain dengan besara sudut / angka yang berbeda.
Perbedaan metode itulah yang terkadang menyebabkan perbedaan penentuan Hari raya Idul Fitri. Namun yang menarik lagi ternyata yang merayakan Idul Fitri hari rabu hanya empat negara yaitu Indonesia, Oman, Afrika Selatan , dan Selandia baru. Sementara negara seperti Arab saudi, Mesir, Eropa, Amerika, Malaysia dan negara lainya merayakan hari selasa. Sekali lagi hal ini bukan menjadi masalah, dan tidak mesti dibuat menjadi masalah.