Senin, 22 Februari 2010

Poros Sakral Kota Jogja

Poros Sakral Kota Jogja: Pantai Selatan - Panggung Krapyak - Kraton - Tugu - Gunung Merapi

Sejarah berdirinya Kraton Jogja yang kemudian menjadi kota Jogja, tidak digambarkan dengan bangunan monumental yang megah, melainkan poros historis "Krapyak-Keraton-Tugu". Di mana struktur kota Jogja memiliki simbol yang berdasar pada garis filosofis imajiner.
Jogja pada umumnya memiliki empat komponen utama. Bentuk seperti ini disebut caturgatra tunggal atau empat komponen dalam suatu kesatuan. Keempat komponen itu adalah kraton, masjid, alun-alun, dan pasar. Kawasan Jeron Beteng (dalam beteng) yang dikelilingi Beteng Baluwarti (beteng pagar bata) mempunyai lima pintu gerbang yang disebut plengkung. Nama-nama kampung di Jeron Beteng biasanya menunjuk pada nama abdi dalem keraton yang tinggal di situ. Banyak pusaka budaya dan pusaka alam yang berharga di sini. Umumnya warga Jogja sendiri sudah memahami makna struktur kota yang memiliki filosofis simbolis yang berdasar pada garis imajiner Gunung Merapi - Tugu - Keraton - Panggung Krapyak - Laut selatan.
Kelengkapan fisik, sarana, prasarana, estetik, etik, simbol, dan filosofis-religius eksistensinya mempunyai keterkaitan dengan berbagai rancangan sebagaimana fungsi dan maknanya. Ciri-ciri dan makna tersebut pada dasarnya melekat dalam elemen bangunan, ruang suatu bangunan, bangunan, kelompok bangunan, maupun lingkungannya. Jogja sebagai kota yang mempunyai ciri khas dan keunikan, secara khusus mempunyai struktur bermakna filosofis-simbolis, yaitu berdasarkan garis imajiner yang diyakini membentuk garis lurus.
Konfigurasi fisik poros sakral di dalam tata rakit kraton tersebut merupakan suatu bagian dari tata Kota Jogja. Secara historis-kultural bangunan-bangunan yang ada berorientasi pada keberadaan kraton, yaitu berada di dalam benteng dan lingkungan sekitarnya. Bangunan yang ada pun bercorak arsitektur jawa, antara lain berupa joglo, limasan, dan kampung. Penggalian pusaka Jeron Beteng dilakukan sebagai pelestarian peninggalan budaya untuk memperluas makna kraton sebagai simbol penting dari peninggalan budaya Kesultanan Jogja.
Proses interaksi sosial budaya masyarakat di dalam kota melahirkan kompleksitas produk budaya, baik budaya material (material culture) maupun budaya hidup (living culture) yang berupa pranata sosial, seni, adat-istiadat, etik, estetik, dan filosofis-religius. Wujud kompleksitas produk budaya pada satu sisi akan dijiwai dan sesuai dengan konteks, langgam, dan ikatan budayanya, di sisi lain juga memunculkan kemajemukan atau keragaman tinggalan budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beceloteh di sini!!!