Minggu, 02 Oktober 2011

Pancasila sakti ?

1 Oktober ditetapkan menjadi hari kesaktian pancasila, entah apa dasarnya yang jelas tanggal 1 oktober sejak tahun 1965 telah menjadi hari besar nasional di negeri kita. Namun bila di lihat dari sejarah ini dikaitkan dengan peristiwa gerakan 30 september yang diduga dilakukan oleh PKI. Tanggal 1 oktober di Cina menjadi hari kesaktian komunis, nah mungkin sebagai upaya mengkerdilkan komunisme di Indonesia maka pemerintah pada saat itu (Orde Baru) memutuskan 1 oktober sebagai hari kesaktian pancasila. Ya...perang ideologis pada saat itu memang panas, terutama untuk melawan ideologi komunisme. PKI yang ditumbangkan oleh Soeharto dengan mudah semakin hancur dengan berbagai kebijakan politik yang tidak berpihak bahkan cenderung mematikan komunisme di Indonesia. Suatu hal yang banyak menjadi bahan pertanyaan, PKI sebagai partai besar bahkan menjadi Partai Komunis terbesar ketiga setelah Partai Komunis Uni sovyet dan PK China kenapa sangat mudah dikalahkan. Entahlah, kita berharap kejelasan sejarah bisa lebih faktual.
Ya, mau tidak mau saya ingin katakan bahwa kesaktian pancasila hanya sebuah counter ideology terhadap komunisme. ORBA (orde baru) dengan kekuatanya mencoba menghilangkan ideologi komunis dari Indonesia dengan berbagai propaganda serta kebijakan yang membuat masyarakat Indonesia mengalami apa yang disebut “communistphobia” (ketakutan terhadap komunisme). Kesaktian pancasila juga menjadi alat politik ORBA untuk membuat sebuah kebijakan politik yang membelenggu. Setelah komunisme lemah, Pancasila kemudian digunakan untuk menghadang lawan politik dari kalangan islam yang dianggap lawan tangguh setelah komunis. Ya...hal yang berbau islam direpresi, parpol harus berideologi pancasila. Parpol yang tidak berasas pancasila dipaksa untuk merubah menjadi pancasila. Pancasila dijadikan rezim ORBA sebagai tameng politik, jika menentang kebijakan ORBA maka dianggap anti pancasila dan harus di berangus. Sebuah metode yang membuat pancasila “dipaksa sakti”, jauh dari nilai – nilai Pancasila yang sesungguhnya. Indoktrinasi pancasila melalui P4 pada saat itu memaksa masyarakat menghafal butir – butir P4 namun miskin esensi. Yang terjadi apa??? Pancasila hanya menjadi alat hegemoni kekuasaan ORBA, Pancasila menjadi “candu” dengan berbagai hafalan-hafalannya,
Pancasila menjadi tameng untuk memberangus lawan politik ORBA. Korupsi dimana – mana, intoleransi merajalela, tirani berkuasa, rakyat nestapa.
Di era reformasi sekarang inipun tak jauh beda. Pancasila hanya menjadi hiasan yang dipajang di Istana negara, belum dapat diterapkan sebagaimana diamanatkan oleh founding father kita. Ketika pancasila pada zaman ORBA disampaikan dengan indoktrinasi melalui butir – butir P4, sekarang justru semakin tak jelas. Di tingkat sekolah PMP, PPKn yang mengajarkan nilai – nilai pancasila diganti dengan PKn (pendidikan kewarganegaraan) dengan menghilangkan pendidikan pancasila. Apa jadinya??? Anak muda tak faham pancasila, sekedar hafal (bahkan banyak yang tidak hafal). Miris...kenapa? silahkan jawab sendiri.
Saat seperti inilah sebenarnya Kesaktian Pancasila di uji. Ketika anak muda sudah tak punya ideologi, menjadi komoditas budaya populer, hedonis, dan individualis. Kemudian intoleransi menjadi hal biasa, teroris merajalela, korupsi menggurita, hukum tak berdaya. Pancasila menjadi sesuatu yang dikangenkan, buka bentuk dan lambangnya, namun nilai yang terkandung didalamnya. Pertanyaanya Dengan cara apa???  Jawabnya: dengan menumbuhkan jiwa pancasila dalam diri kita sendiri dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Mustahil pancasila akan sakti bila tak diterapkan. Kesaktian pancasila itu tergantung bagimana bangsa ini menerapkannya dalan kehidupan berbangsa – dan bernegara. Lima sila adalah lebih dari cukup untuk menjawab masalah yang menerpa bangsa ini. Lima sila lebih dari cukup untuk membuat bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat. Lima sila adalah lebih dari cukup untuk membuat Indonesia sakti.
Sekian...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beceloteh di sini!!!